Sobir

Gencar Edukasi Petani Buah, Kampanyekan Revolusi Orange 

Guru Besar IPB University, Prof. Dr. Ir. Sobir, M.Si merupakan akademisi sekaligus peneliti yang sangat konsen terhadap edukasi bagi petani buah. Menurut dia, salah satu cara agar Indonesia dapat bersaing dengan pasar buah internasional adalah dengan mengedukasi petani untuk mengetahui keinginan konsumen agar tidak selalu memilih buah impor. 

Namun yang menjadi kendala, kebanyakan petani buah di Indonesia masih menggunakan cara konvensional, sehingga hal ini sangat sulit untuk direalisasikan. Mengedukasi petani buah di Indonesia akan sulit dilakukan jika tidak dipertemukan langsung dengan pemasar, eksportir, atau supplier yang biasa memasok buah-buahan ke supermarket.

Hal itu pernah ia ungkap saat Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fakultas Pertanian IPB University, tahun 2015 lalu. Prof. Sobir yang ketika itu menjabat sebagai Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT)-LPPM IPB mengungkapkan, sebenarnya terdapat beberapa teknologi yang bisa memenuhi kebutuhan konsumen, seperti menginginkan jeruk yang secara penampilan bagus dan cantik serta rasanya yang enak.

Hanya saja yang masih jadi kendala ialah para petani masih belum terbiasa dan belum mau menggunakannya. Maka dari itu, kita perlu mempertemukan para petani dengan pemasar agar mereka dapat bersaing di pasar internasional. Ke depannya, ia berharap para petani Indonesia mau bergabung menjadi kekuatan yang besar dan kuat bila bersaing di pasar internasional.

Kampanyekan Revolusi Orange

Program pengembangan buah tropis gagasan IPB University dan BUMN yang dikenal dengan nama Revolusi Orange tak bisa dilepaskan dari Prof. Dr Ir Sobir, M.Si. Berkat penelitian intensifnya, Indonesia kini punya sejumlah varietas buah tropis unggulan. 

Tahun 2014 lalu, PTPN VIII (Persero) sukses memanen pisang barangan sebanyak 700 ton di Subang. Itulah salah satu varietas buah tropis unggulan hasil penelitian para ahli PKHT IPB yang dikomandani Prof. Sobir. Pisang barangan memiliki sejumlah keunggulan yang disenangi masyarakat. Yakni, rasa daging buahnya lebih manis, kering, dan beraroma sedap. 

Selain pisang barangan, PKHT punya varietas pisang unggulan lain seperti pisang unti sayang. Pisang itu berbuah tanpa jantung. Secara ukuran juga lebih besar daripada pisang jenis lain. Selain pisang, varietas buah lain hasil penelitian PKHT yang banyak diminati masyarakat ialah pepaya calina. 

Buah lain yang jadi unggulan PKHT adalah manggis wanayasa. Varietas itu memiliki keunggulan mampu mempertahankan kelopak buah berwarna hijau segar hingga 10 hari setelah panen. Keunggulan itulah yang membuat manggis jenis tersebut sangat memungkinkan untuk diekspor. 

Namun, di balik sukses lembaganya menemukan banyak varietas buah tropis baru, Sobir justru mengaku gelisah. Sebab, pria kelahiran Ciamis itu melihat impor buah Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Dia mengungkap fakta bahwa Indonesia yang memiliki wilayah sangat luas dan subur ternyata kalah jauh dari negara lain dalam produksi buah-buahan unggulan. 

Data yang ditunjukkan Sobir menyebutkan, pada 2011 Indonesia mengimpor 832.080 ton buah. Sementara itu, nilai ekspornya hanya 223.001 ton. Dari situlah Sobir dan para peneliti IPB kemudian melakukan riset intensif. Dia mencari perbandingan terhadap negara-negara pengekspor buah terbesar dengan tujuan Tiongkok. Kenapa Tiongkok, karena negara itu memiliki penduduk yang sangat besar sehingga pasar buah di sana juga sangat potensial.

Ternyata, berdasar penelitian itu, Sobir melihat, ada tiga hal yang keliru terkait dengan pola pertanian buah kita. Tiga hal tersebut meliputi luas tanam buah yang sangat sedikit. Kedua, Indonesia tidak menerapkan pola menanam buah dalam bentuk estate. Ketiga, petani buah di Indonesia tidak bisa membaca perubahan preferensi terhadap buah.

Prof. Sobir lalu coba mencari solusi untuk tiga masalah utama tersebut. Pria kelahiran 12 Mei 1964 itu memulai dengan upayanya memecahkan masalah yang kedua. Yakni, mengenai pola tanam dengan konsep estate. Dari situ dia mengusulkan IPB menggandeng PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII menjadi lokomotifnya. 

Ajakan IPB itu mendapat sambutan positif PTPN. Perusahaan pelat merah tersebut bersedia menyiapkan 3.000 hektare lahan untuk buah lokal. Dari luas lahan itu, yang langsung bisa ditanami dan kemudian mulai panen sekitar 1.200 hektare. Padahal, tanaman itu disebar di sela-sela pohon karet yang selama ini ditumbuhi rumput liar. 

Sobir berharap kesuksesan PTPN menjalankan bisnis buah tropika itulah yang kemudian akan meng-influence masyarakat, dalam hal ini petani, untuk melakukan hal yang sama. Selain melibatkan PTPN, Prof. Sobir juga rajin menggaungkan para kepala daerah tentang gerakan Revolusi Orange. Dia mendorong sejumlah kepala daerah untuk membuat plant basis di wilayahnya. bisa besar dan memenuhi kebutuhan pasar mana saja,’’ terangnya.

Dengan banyaknya varietas buah yang dikembangkan PKHT, Sobir optimistis Indonesia dapat menjadi negara pengekspor buah yang diperhitungkan. Menurut dia, jika Revolusi Orange bisa dijalankan BUMN, pemerintah daerah, dan pihak swasta, akan ada dampak besar yang membuntuti. Yakni, peningkatan pendapatan BUMN maupun daerah setempat. Dari sisi negara, akan ada peningkatan devisa karena mengurangi impor dan terjadi peningkatan ekspor buah. Tapi, upaya untuk terus mengampanyekan Revolusi Orange tidak selalu membawa dampak positif bagi Prof. Sobir. Dia sempat dikira ingin menjadi pejabat negara karena proyek itu.(*)

Tinggalkan Komentar