Inovasi Cantik Berkat Bertani Organik
Pertanian berkonsep organik bukan hanya sekedar menghindari zat kimia, pupuk atau pestisida. Lebih dari itu, pertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kualitas tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan yang tak terpisahkan.
Singkatnya, organik harus membangun hubungan yang mampu menjamin keadilan terkait dengan lingkungan dan kesempatan hidup bersama. Bahkan, pertanian organik juga harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan.
Prinsip itu tertanam dalam idealisme Ruri Prihatini Arimbi. alumnus Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB University (2006-2013).
“Bertani harus selaras dengan alam dan mengikuti ekosistem yang ada di lingkungan masing-masing. Tidak merusak alam. Semua harus bersama-sama menjaga sehingga akan berdampak besar pada masyarakat, lingkungan, bumi, dan juga kesejahteraan petani itu sendiri,” terang Ruri.
Karena itu, ia bersama sang suami, Titis Priyo Widodo, memulai bertanam sayuran hijau dataran rendah dengan cara polikultur. Lahannya seluas satu hektar di kawasan Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pilihan usaha perempuan muda ini merupakan perwujudan idealismenya.
“Jadi bukan monokultur karena organik itu salah satu sistem budidayanya tumpang sari dan pengaturan pola tanam,” jelasnya.
Ia dan suaminya lalu mengajak beberapa petani di wilayahnya untuk bermitra memproduksi sayuran organik. Titis konsisten memberdayakan puluhan kelompok tani yang hingga saat ini sudah lebih dari 100 petani dilatihnya untuk budidaya secara organik. Hasil panennya dijual dan diolah menjadi produk bernilai jual tinggi.
“Sejahtera di bidang pertanian salah satunya adalah menyejahterakan petani. Kita buat petani menjadi pengusaha punya pasar sendiri, punya produk olahan sendiri, dan mendorong inovasi,” ungkap wanita kelahiran Padang, 17 Juni 1988.
Usaha pertama yang ia kelola ini bernama Patani Organik, brand yang menjual sayuran dan buah-buahan fresh.
“Bahan makanan yang organik itu bukan hanya untuk orang kaya. Makanan organik bisa dibeli dengan harga terjangkau dan dinikmati oleh seluruh kalangan. Karena setiap orang berhak hidup sehat,” terang ibu dari Air Kiandra At-Tiamika (6) dan Bersama Kapanwae Lulasemika (3) ini.
Ruri Arimbi selalu mengembangkan passionnya di bidang biologi dan pertanian. Ia tidak mau kerja di luar bidang itu. Ruri bergabung sebagai volunteer di Serikat Petani Indonesia (SPI) dan merasakan langsung hidup sebagai seorang petani.
“Tidak adil jika pengusahanya kaya, sementara petani yang merupakan produsen hidupnya tidak sejahtera, ” tegas Ruri yang semasa kuliahnya selalu menjadi bendahara organisasi mahasiswa Biologi IPB University periode 2007-2008 dan 2008-2009.
Ruri tidak main-main dengan ucapannya. Ia bahkan menerapkan sistem gaji yang lebih tinggi pada setiap petani mitranya dibandingkan dirinya.
“Gaji petani saya lebih tinggi dari gaji saya sendiri,” tuturnya tersenyum. Jika petani tidak sejahtera, maka mereka tidak akan mau tetap bertanam dan bertani. Itulah prinsip Ruri.
Ruri juga tidak segan-segan turun langsung ke lahan untuk bekerja bersama para petani. “Panas-panas ya jalani saja. Karena memang berusaha bersama petani juga berarti mengalami apa.yang petani alami,” ujar Ruri.
Sukses dengan brand pertamanya, Ruri Arimbi bersama Titis dan seorang kawannya, Isnita mendirikan PT Nectars Natura Karya, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang industri dan perdagangan perawatan kesehatan kulit berbahan dasar alami dan organik dengan produk Nectar Skincare Organic.
Perusahaan ini juga fokus mengembangkan keanekaragaman hayati lokal dan kearifan lokal khususnya ekstrak tumbuhan serta melakukan berbagai penelitian untuk inovasi produk perawatan kulit.
Kini ada sekitar 50 varian produk up to toe dari Nectars untuk perawatan kesehatan kulit wajah, rambut, badan hingga ujung kaki. Ruri dan Nectars kini tengah mempersiapkan ekspor untuk produknya dengan mengikuti pelatihan dari Kementerian Perdagangan.
Nectars berkolaborasi dengan Science Techno Park Institut Pertanian Bogor (STP IPB), sejak tahun 2020 dengan lulus seleksi tenant. Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mengikuti seleksi ialah melakukan inovasi.
Tahun pertama bergabung, Nectars mengikuti pelatihan yang diadakan. Dua tahun inkubasi, Nectars menyewa ruang untuk workshop dan pameran. Kolaborasinya dengan STP IPB mampu mempertegas keberadaan Nectars.
Ia menambahkan, berkolaborasi dengan STP IPB mendapatkan kesempatan untuk memperluas dan survei pasar. “Dengan adanya survey pasar, tenant tidak gegabah untuk mendirikan pabrik,” tuturnya.
Start up yang berkantor di Taman Kencana Kota Bogor ini memang akhirnya memiliki pabrik di kawasan Loji, Kecamatan Bogor Barat. Kini, perusahaan ini sudah menghasilkan omset rata-rata Rp 2 miliar per tahun.
“Alhamdulillah. Walaupun terkena gempuran pandemi, Nectars berhasil bertahan,” kata wanita muda yang mendapat sertifikat Asisten Laboratorium Biologi untuk Kelas Satu IPB, Asisten Laboratorium Mikologi IPB dan Asisten Laboratorium Genetik Molekular IPB pada 2009-2010.
Nectars juga mendorong penjualan di ruang konten digital marketing termasuk di IG-nya: @nectars.id. Meski begitu, ia tidak menggunakan endorse dari influencer atau budget iklan besar untuk menggaet konsumen. Nectars hanya menggunakan endorse yang dilakukan melalui para akademisi tanpa dibayar.
“Bergabung di STP IPB, berdiskusi dan mendapat pengakuan dari para akademisi merupakan strategi marketing kami,” terangnya.
Ia menuturkan, ke depannya Nectars akan mengembangkan inovasi produk tradisional. Menjadikan produk skincare yang aman digunakan, bahkan oleh anak-anak sekalipun dengan mengusung keunikan biodiversitas yang ada di Indonesia.
Menurutnya, jarang ada brand kosmetik yang melakukan konten di kawasan science. Dan itu menjadi keuntungan tersendiri. Saat diaudit oleh BPOM pun, tidak ditemukan limbah selama proses produksi.
“Akibatnya, Nectars menjadi produk yang dipercaya dan eksklusif. Orang yang membeli Nectars kebanyakan teredukasi dengan konten digitalnya. Di STP IPB setiap produk harus berinovasi. Karya yang dihasilkan otentik, tidak ada yang bisa menyamai,” katanya. **