Ronny Rachman Noor

Sang Pencerah yang Tak Kenal Lelah


SELALU menyampaikan wacana baru, Ronny Rachman Noor, pakar genetika lingkungan IPB University selalu membeberkan informasi yang mengejutkan sekaligus mencerahkan.

Berbagai persoalan yang diungkapkan guru besar Fakultas Peternakan IPB University ini, kerap memberi banyak pengaruh dan menjadi perhatian.

Ia pernah menyebutkan bahwa Indonesia berada dalam pusaran perdagangan satwa liar dunia. Indonesia tercatat sebagai salah satu eksportir produk satwa liar terbesar dunia bersama dengan Jamaica dan Honduras.

Belum lama ini, Ronny juga mengungkap masalah serius yang dihadapi dunia peternakan Australia, yaitu terjadinya pencurian ternak yang menimbulkan kerugian sangat besar.

Beberapa informasi berdasarkan data dan penelitian yang disampaikannya itu, seringkali menjadi bahan pembelajaran bagi banyak pihak.

Bahkan tanpa diduga, pengetahuan mengenai ayam leher gundul juga sempat dibahasnya. Katanya, ayam leher gundul disamping memiliki ketahanan terhadap panas, ayam ini memiliki keunggulan, seperti pertambahan bobot badan dan produksi telurnya lebih tinggi dibandingkan dengan ayam pada umumnya.

Paling aktual Ronny mengatakan, dunia peternakan kini mendapat tantangan baru dengan adanya permintaan lemak untuk bahan dasar biofuel. Ia menyebut, lemak hewan terutama babi, dapat menjadi andalan untuk menghasilkan bahan bakar ramah lingkungan.

“Perkembangan teknologi saat ini memerlukan perubahan visi dan revolusi cara berpikir multidimensi, karena ternyata lemak hewan utamanya babi memiliki nilai ekonomis tinggi dan lebih ramah lingkungan,” ujar Prof Ronny.

Begitulah Ronny, lelaki kelahiran Banjarmasin pada February 1961 ini seolah tak pernah lelah memberikan berbagai pencerahan dan perkembangan yang terjadi di dunia peternakan.

Pakar ternak yang sangat produktif menulis ini, selain menjadi pengajar dan peneliti, juga pernah menjadi Atase Pendidikan dan Kebudayaan di Australia pada tahun 2012 hingga 2016.

Ronny juga merupakan orang Indonesia pertama yang menerima penghargaan sebagai alumni berprestasi dari Universitas New England di Armadale di negara bagian New South Wales, Australia.

Dalam penghargaan itu, Prof. Ronny R. Noor dinilai telah menunjukkan prestasi akademis dan administrasinya, kepemimpinan, profesionalisme serta merawat hubungan Indonesia dan Australia dalam perannya sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan.

Salah satu peran aktif Ronny adalah mendorong terlaksananya kerjasama pendidikan dan penelitian dalam program Indo beef dan red meat yang merupakan kerjasama antara UNE, Australian Centre for International Agriculture (ACIAR) dan berbagai institusi terkait dan 10 universitas terkemuka di Indonesia.

Dalam bidang keilmuan, setelah sebelumnya menyelesaikan pendidikan Master of Rural Science Bidang Genetik Kuantitatif, University of New England, Australia pada 1991, Prof. Ronny R. Noor mendalami bidang Genetika Kuantitatif dan Genetika Ekologi dan menyelesaikan PhD nya dari University of New England pada tahun 1994.

Selepas itu, Ronny melengkapi bidang keilmuannya dengan melakukan kerjasama penelitian dengan mengikuti program post-doctoral dan trainingnya di Jepang, Amerika, Jerman, Swedia, Malaysia serta Thailand.

Selama karirnya Prof. Ronny R. Noor juga tercatat pernah menduduki posisi Dekan dan Wakil Kepala bidang penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada masyarakat IPB University.

Meraih gelar Sarjana Peternakan di Bidang Produksi Ternak IPB University pada 1985, Prof. Ronny R. Noor dalam karirnya pernah tercatat membantu pengembangan sumberdaya manusia untuk pelestarian sumberdaya ternak di International Livestock Research Institute (ILRI) FAO.

Ronny juga bergiat di organisasi diantaranya Member of National Sheep Breeding Committee sejak 2000 hingga kini, menjadi Head of National Cat Breeding Committee, Cat Fancy Indonesia pada 1998 sampai sekarang, Member of Australian Association for Animal Breeding and Genetics (1988 – 1994), Member of Genetics Society of Australia (1993 – 1994) dan Member of Indonesian Biology Association sejak 1994 hingga sekarang.

Kegemarannya menulis telah menghasilkan ribuan judul baik dalam bentuk buku, karya ilmiah dan tulisan ilmiah popular lainnya.

Prof Ronny sering membagi ilmu dan pengalamannya di Kompasiana dengan berbagai topik seperti konservasi lingkungan, sosial, pendidikan, budaya, gaya hidup dan lain-lain.

“Pertama kali menulis di Kompasiana pada tanggal 10 Oktober 2014 lalu. Saat itu saya sedang mengemban tugas sebagai Atase Pendidikan di Australia. Saya juga tidak pernah membayangkan bahwa Kompasiana akan menjadi wahana tulisan ilmiah popular saya untuk masyarakat umum," ungkap Ronny.

Tulisan pertamanya berjudul “Lonceng Kematian Penghuni Kebun Binatang”. Tulisan ini memberikan informasi ilmiah bagaimana penghuni kebun binatang di Indonesia pada umumnya mengalami stres yang ditandai dengan tidak dapat bereproduksinya satwa liar.

Menurut Ronny, hal tersebut penting untuk disampaikan, karena jika pengelolaan kebun binatang tanpa memperhatikan ilmu genetika ekologi, niat baik untuk melakukan konservasi justru akan berakibat fatal bagi satwa liar.

Tulisan lainnya yang pernah menjadi pemberitaan nasional adalah terkait benda purbakala bersejarah Indonesia yaitu berupa patung perunggu kecil yang harganya sangat fantastis yang berakhir di National Gallery of Australia.

Tulisan Prof Ronny yang berjudul “Sang Penenun” ini membuat beberapa pejabat kementerian datang ke National Gallery of Australia untuk mencocokkan bukti patung yang berada di Indonesia dan patung yang berada di Australia.

Hasil penyelidikan ini membuktikan bahwa patung yang ada di Indonesia merupakan duplikasi dan bukan patung yang asli.

Tulisan Prof Ronny banyak dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penulisan skripsi, tesis, disertasi serta buku. Ini karena bentuk tulisannya yang dikemas dalam bentuk ilmiah popular dan mengacu pada berbagai publikasi ilmiah yang diterbitkan di jurnal internasional.

Pada tahun 2017, sebagian tulisan Prof Ronny di Kompasiana, telah dipublikasikan dalam bentuk buku yang berjudul “Australiana: Kisah Persahabatan Dua Bangsa”.

Buku setebal 465 halaman yang memuat ratusan tulisannya ini, menggambarkan naik turunnya hubungan Indonesia dan Australia ditinjau dari segi politik, budaya, sosial dan pendidikan.

Prof Ronny juga banyak menulis tentang satwa liar Indonesia dan di Australia, seperti orang utan, harimau sumatera, gajah, kerbau liar, unta liar serta burung liar.

Bahkan ia pernah mengulas tentang penyelundupan kakatua putih dengan cara memasukkannya ke dalam kemasan plastik air mineral yang saat itu juga menjadi pemberitaan internasional.

Menurut Ronny, menulis tulisan ilmiah popular memang tidaklah mudah karena hal ini memaksa dirinya untuk selalu membaca publikasi terkini dan topik terkini yang sedang hangat diberitakan di media massa.

Disamping itu tulisan ilmiah popular memang pembacanya hanya merupakan segmen tertentu saja sehingga bahasanya harus sederhana dan mudah dicerna.

Namun begitu Prof Ronny berhasil membuktikan bahwa tulisan ilmiah popular memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat karena terbukti kumpulan tulisannya yang ditulis telah dibaca hampir 1.9 juta kali.

Bagi Prof Ronny kegemarannya menulis yang mendalami ilmu genetika kuantitatif, populasi dan ekologi tidak saja menjadi sarana penyebaran ilmu pengetahuan bagi masyarakat awam.

Sebagai pendidik, tulisannya kini dapat dibaca secara leluasa oleh mahasiswanya dari berbagai strata pendidikan baik di IPB University maupun di perguruan tinggi lainnya. Soal berbagi keilmuan, ia tak ubahnya Sang Pencerah yang seolah tak kenal lelah. *

Tinggalkan Komentar