Petani Pejuang Pangan Berkelanjutan
Konsep mengenai pangan berkelanjutan atau sustainable food kini tengah marak dan sedang ramai digalakkan, terutama di dunia pertanian.
Cara penanaman bahan pangan yang dilakukan secara organik dan ramah lingkungan, lalu diolah dengan teknik memasak yang sebisa mungkin memanfaatkan seluruh bagiannya--bahkan kulitnya, hingga tak tak menyisakan limbah, mengajak konsumen untuk mengerti bagaimana seharusnya pangan dihasilkan dan diolah.
Salah satu usaha pertanian yang tengah menerapkan konsep itu adalah Saga Farm. Di atas kebun yang berlokasi di Kampung Sawah Lega, Desa Ciaruteun, Bogor, Jawa Barat konsumen bisa mengadopsi kebun pangan yang disiapkan.
Adalah Putro Santoso Kurniawan, sarjana lulusan Program Studi Ilmu Kelautan dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University yang menyelesaikan gelarnya pada 2001, dengan konsisten merintis dan membangun konsep pertanian berkelanjutan sejak 2005 meski ketika itu luasan lahannya masih kecil.
“Dengan cara sustainable food, selain kualitasnya lebih terpercaya, produk lokal juga tidak membutuhkan jarak pengiriman yang jauh, sehingga meminimalisir polusi yang dihasilkan saat distribusi barang. Dan, para petani lokal ini tentu ikut merasakan dampak positif dari penjualan hasil kebun mereka,” papar suami dari Fina Ardarini ini.
Tentu sudah jadi rahasia umum bila negara berkembang kerap kali mengalami kesulitan dalam menyediakan pangan yang cukup bagi penduduknya.
“Terciptanya ketahanan pangan ini akan berdampak ke hal lain, seperti peningkatan kesejahteraan penduduk, hingga manfaat-manfaat lainnya,” tambah pria yang pernah mengenyam pendidikan di SMAN 7 Surakarta Angkatan 1991 itu.
Berangkat dari pengalamannya menjadi anggota LSM yang fokus pada isu lingkungan, Putro memilih jalan menjadi pertani sayuran organik. Menurutnya pangan organik seharusnya bisa diakses oleh semua kalangan.
“Toh, nenek moyang kita sejak jaman baheula sudah terbiasa mengkonsumsi pangan organik tidak pakai mahal,” tutur pria kelahiran Solo, 18 Juni 1975 itu.
Kini usaha pertanian organiknya terus berkembang. Usahanya diberi nama Saga Farm yang merupakan singkatan dari Sawah Lega Farm, sesuai lokasi kebunnya di kampung Sawah Lega, Desa Ciaruteun, Bogor.
Luas kebunnya sekitar 2 hektare, tidak lagi merupakan lahan sewaan. Budi daya sayuran ditanam di hamparan tanahnya, dan dikelola secara organik yang ramah lingkungan. Antara lain dalam hal pemilihan penyubur lahan. Putro pun menerapkan konsep pertanian berkelanjutan berbasiskan keluarga petani.
“Jadi bukan berbasis korporasi yang petani sebagai pekerja bukan pelaku utama. Di sini konsepnya mengangkat martabat petani. Sistem pertanian berkelanjutan berbasis keluarga petani ini mendukung konsep sustainable food system yang menjamin keberlanjutan dan keadilan bagi konsumen produsen dan unsur alam di dalamnya,” jelas Putro.
Tak heran jika Putro selalu bersemangat untuk mengedukasi para petani agar bertani dengan cara ramah lingkungan. “Konsep agroekologi diterapkan di lingkungan kami, dimana keseimbangan ekologi dan penggunaan input pertanian lokal menjadi tumpuan dalam pertanian ini,” tambahnya.
Karena berdampak terhadap kesejahteraan bersama, para petani pun makin bersemangat. Apalagi sejak pandemi Covid-19, permintaan sayur organik meningkat. Masyarakat semakin sadar kesehatan dan memilih mengonsumsi sayur organik. Tren pemasaran sayur pun berubah secara online.
Tak sedikit masyarakat kota berdatangan ke desa untuk menjalin kemitraan dengan petani. Pemasaran hasil tani yang dekat dengan konsumen membuat Putro dan petani organik setempat mendapatkan harga yang lebih baik. Sebab itu pula, Saga Farm mulai berani mengembangkan konsep sustainable food yang telah lama diusungnya.
“Saya berusaha mengintegrasikan kegiatan peternakan, sawah, tanaman sayuran dan tanaman buah. Tujuannya agar asupan dari luar bisa ditekan serendah mungkin, karena semua sumber daya berputar-putar di sini, termasuk nanti perikanan,” jelas ayah dari Inkania Khairunnisa dan Daya Nur Adiyat ini.
Keberhasilannya menerapkan konsep pertanian berkelanjutan juga telah mengantarkannya berbagi pengalaman bertani ke beberapa negara di dunia seperti, Italia, Thailand, Kuba, dan Jepang.
Putro juga mengelola Pusat Pendidikan dan Latihan Pertanian Berkelanjutan di daerah Darmaga, Bogor. Pusdiklat yang berada di bawah naungan Serikat Petani Indonesia (SPI) cabang Bogor ini mewadahi sekitar 70 petani dari 14 desa sekitar wilayah Bogor.
Meski tidak semuanya bertani organik. Di pusdiklat ini terdapat demplot pertanian organik dengan berbagai macam sayuran seperti bayam, bayam merah, katuk dan lain sebagainya.
Putro menjelaskan bahwa petani anggota SPI wilayah Bogor sudah menghasilkan berbagai sayuran berdaun dengan cara berkelanjutan atau organik, seperti misalnya: buncis, kacang panjang, timun, bayam hijau dan merah, kangkung, kemangi dan beberapa macam sayuran lainnya.
Pertanian berkelanjutan yang dikembangkan SPI diterapkan pula di wilayah-wilayah lain di Jawa, Sumatra dan Nusa Tenggara Barat. “Setiap orang adalah guru dan setiap tempat adalah sekolahan,” ujarnya berprinsip.
Langkah Putro tak sampai disana. Di tengah keterpurukan mayoritas petani di bidang ekonomi, pada 2010, ia bersama para petani membentuk Koperasi Serikat Petani Indonesia (KSPI) Bogor.
“KSPI Bogor secara resmi kami dirikan pada 17 April bertepatan dengan Hari Perjuangan Petani Internasional, agar semakin terasa semangatnya” ungkap Putro.
Hingga saat ini KSPI Bogor telah memiliki anggota sebanyak 92 Kepala Keluarga (KK) dan tersebar di empat basis SPI Bogor yakni Cibeureum, Ciaruteun, Cikareo, dan Tambilang.
“Keempat KSPI ini berjalan cukup lancar dan para petani yang merupakan anggota koperasi pun sangat terbantu” ujar Putro.
Putro menjelaskan unit usaha KSPI Bogor terbagi empat yaitu jaringan warung tani, industri kompos, transportasi dan terminal organik. Untuk warung tani nya sendiri memiliki empat warung tani yang mengkonsentrasikan pada penjualan bibit, pupuk, sampai pulsa elektrik.
Unit usaha industri kompos menyediakan pupuk organik yang dijual dengan harga spesial, khusus untuk anggota. Unit usaha transportasi menyediakan pengangkutan hasil produksi, dan unit usaha terminal organik yang akan memasarkan produk hasil pertanian milik anggota.
Sebagai alumni IPB University, Putro memang senantiasa bertekad meningkatkan kesejahteraan petani dan para pekerja. “Dimanapun kita bekerja, selalu manusiakan manusia. Jangan jadikan manusia hanya sekedar menjadi instrumen belaka,” pesan Putro. ***