Inovator Lahirnya Sekolah Peternakan Rakyat
Tak ada yang lebih menyenangkan selain membuat orang lain bahagia dan sukses bersama. Itulah yang menjadi dasar Prof. Dr. Ir. Muladno, MSA., seorang profesor di bidang peternakan yang menginisiasi lahirnya Sekolah Peternakan Rakyat (SPR).
Pada 2012, pria kelahiran Kediri 24 Agustus 1961 ini mencetuskan konsep “mensarjanakan†peternak rakyat sebagai cikal-bakal SPR 1111. Artinya, di setiap SPR ada minimal 1.000 indukan, maksimal 100 ekor pejantan pengawin dengan menerapkan 10 strategi membangun peternakan untuk mencapai 1 visi : mandiri, berdaulat, dan bermartabat.
Ia mengamati kondisi peternakan rakyat yang tidak banyak berubah sejak 1970 hingga tahun 2000, kendati banyak program pemerintah untuk mereka. Lalu, muncullah keinginan untuk mencerdaskan para peternak sapi yang mayoritas lulusan SD dan SMP agar taraf hidup mereka meningkat.
Muladno yang pernah menjabat Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan selama 13 bulan ini berpendapat, peternak memiliki totalitas tinggi tapi nasibnya masih terpuruk karena tak bisa jualan.
Awalnya, Muladno terinspirasi dari peternak di kampung halamannya. Kala itu ia bertemu peternak sukses yang “hanya†alumnus Sekolah Peternakan Menengah Atas (SNAKMA). Ia lalu berkelakar “Kalau saya jadi sarjana peternakan pasti lebih sukses. Dari situ saya terinspirasi, peternakan bisa untuk lahan mengembangkan diri,†ungkap Muladno.
Jadilah anak ke tiga dari tujuh bersaudara ini mengambil kuliah bidang peternakan di Universitas Gadjah Mada (UGM). Saat kuliah, ia bercita-cita menjadi dosen peternakan bidang pemuliaan dan genetika ternak.
Lulus dari UGM pada tahun 1985, Muladno melamar sebagai dosen di IPB University. Sambil menunggu hasil tes, ia juga diterima kerja di Balai Penelitian Ternak Ciawi, Bogor.
“Saya resmi diangkat jadi dosen IPB itu 1 Maret 1986 sebagai CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil). Setahun kemudian PNS penuh di bagian pemuliaan dan genetika ternak,†kenangnya semringah.
Anak pasangan Basar dan Asyiati ini pun melanjutkan pendidikan Master di University of New England pada 1990 dan Doktor bidang Pemuliaan dan Genetika Ternak di University of Sydney, Australia pada 1995. Lalu,
langsung diteruskan program Post-Doctoral di National Institute of Animal Industry, Jepang dan sejumlah pelatihan hingga 1998.
Pasca pendidikan formal, Muladno memperoleh kesempatan mengikuti program Post-Doctoral dari Science and Technology Agency of Japan (1995-1996) di National Institute of Animal Industry, Tsukuba, Japan.
kemudian dari Society for Agriculture, Forestry and Fisheries (STAFF) Institute (1996-1997) di Tsukuba, Japan. Serta dari Japan Society for Promotion of Science (JSPS) tahun 1998 di Nagoya University, Japan, dan terakhir dari Program Kerjasama Indonesia-Australia tentang Specialized Training on Intellectual Property Rights di University of Technology, Sydney, Australia tahun 2000.
Ayah dua anak ini mengaku banyak hal membahagiakan selama membangun SPR. Salah satu pengalaman berkesan yang membuatnya geregetan, yaitu menghadapi peternak yang “ngeyel†tidak mau memakai timbangan saat jual-beli sapi.
Meski sudah dijelaskan manfaat timbangan, peternak bersikeras menolak karena merasa ahli menaksir bobot. Si peternak bahkan beralasan sapinya susah diatur saat akan ditimbang.
Hal yang paling diingatnya adalah ketika ia membelikan kerangkeng seharga Rp6 juta ke salah satu peternak agar memudahkan sapi ditimbang. Peternak itu kini menyadari pentingnya timbangan dan antusias menjelaskan manfaat timbangan saat jual-beli ke rekan peternak.
Meski kerap keliling nusantara dan membina peternak, Muladno tetap energik dan senyum tak lekang dari wajahnya. Penulis dan editor buku itu juga bahagia bisa mengurus peternak. Hati dan jiwa Muladno selalu bersama peternak sesuai visi hidupnya, yakni membuat orang lain senang. Ia cenderung mengalah demi menghindari perselisihan.
“Prinsipnya, saya mencari pikiran terbaik dari komunitas di mana saya berada. Mana yang terbaik di antara semua yang kita diskusikan, itu yang harus kita pegang dan kerjakan secara konsisten,†pungkas Muladno