Ligaya Ita Tumbelaka

Ingin Tingkatkan SDM di Bidang Satwa Liar

Selain aktif mengajar di almamaternya sendiri, IPB University, Dr. Drh. Ligaya Ita Tumbelaka, Sp.MP, MSc juga memiliki segudang kegiatan yang berkaitan dengan profesinya sebagai studbook keeper atau pencatat silsilah.

Namun menariknya, silsilah yang dicatat oleh wanita kelahiran Tangkuney, Sulawesi Utara itu adalah silsilah harimau Sumatera yang makin langka. Tak heran, atas semua dedikasinya, istri dari Michael Padmanaba ini pernah mendapat penghargaan Satya Lencana pengabdian 30 tahun di IPB University dari Presiden RI tahun 2015.

Selain itu, dia juga pernah terpilih sebagai salah satu dari sepuluh perempuan yang dinilai memberikan inspirasi dalam ajang Tribute to Woman 2008 pada Hari Kartini versi Koran Kompas dan Kantor Berita Antara.

Putri pasangan Lendy Ronald Tumbelaka dan Sophia Maria Theresia Pangalila Tumbelaka yang mengambil Spesialisasi Kesehatan dan Penangkaran Satwa Primata, Clinical Medical Research Center, Bowman Grey School of Medicine, Wake Forest University, North Carolina, USA ini menuturkan cita-cita awalnya yang ingin menjadi dokter manusia. 

Namun menjelang akhir SMP, ia juga ingin menjadi seorang guru. Karena ayahnya seorang tentara, masa-masa sekolahnya juga sempat mengikuti tempat dinas sang ayah. Saat SMA, Ligaya bersekolah di Sekolah Indonesia di Bangkok sampai selesai. Tapi ketika ingin melanjutkan kuliah, ia sempat takut mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi (UMPT). 

Rasa kekhawatiran tidak lulus UMPT, sempat membuatnya bingung harus kuliah di mana lagi. Karena ayahnya sempat mengatakan, ia boleh kuliah kemana pun, asalkan harus perguruan tinggi negeri. Sampai akhirnya, Ligaya mendapat informasi, ada kakak kelasnya yang berhasil kuliah di IPB tanpa tes. 

Dia pun mencoba untuk mengikuti hingga akhirnya diterima. Tahun 1979 ia kembali sendiri ke Indonesia untuk memulai kuliah di IPB. Di sana ia memilih tiga jurusan, pertanian, kehutanan, dan kedokteran hewan. Ternyata ia diterima di kedokteran hewan. 

Ligaya lulus kuliah di tahun 1984 dengan nilai sangat baik. Indeks Prestasi-nya di atas 3. Setelah itu ia ditawari menjadi dosen IPB. Ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan. Ia mengajar di Departemen Reproduksi Hewan. Tahun 1987 Ligaya berniat meneruskan kuliah, karena untuk menjadi dosen harus memiliki gelar S2 dan S3. Kebetulan, ketika ingin melanjutkan kuliah, IPB sedang membutuhkan orang untuk dilatih menangani primata di Pusat Studi Primata yang sedang ingin dibentuk. Ligaya pun meneruskan studi S2 ke Amerika, untuk mempelajari satwa primata. 

Cerita menjadi lain ketika ia kembali ke Indonesia tahun 1992, ketika pulang ke Indonesia, bukannya mengurusi Pusat Primata, ia malah diminta mengurusi harimau. Karena ketika itu ada kolaborasi antara IPB dengan Taman Safari Indonesia (TSI). TSI sedang mencari dokter hewan dari IPB yang memiliki kapasitas untuk melakukan sebuah pekerjaan baru. Ligaya menerimanya dengan senang hati. Sebab, menurutnya harimau itu hewan yang kharismatik. 

Tugas sebagai pencatat silsilah atau studbook keeper menurutnya tidak gampang. Walau mungkin terlihat sepele, tapi tidak mudah untuk mencatat dan mencari data tentang harimau Sumatera. Mulai dari mempelajari hewannya sampai mempelajari behavior harimau. Saat membuat catatan ini Ligaya harus datang ke lokasi dan memeriksa setiap data harimau Sumatera. 

Fungsi studbook pun juga tidak sekedar mencatat silsilah. Studbook merupakan acuan dasar untuk melakukan pelestarian dengan cara yang benar. Dari studbook, setiap pihak dipastikan bisa mengetahui jumlah dan generasi harimau. Kita juga bisa mengetahui mana keturunan harimau 

Namun karena tugasnya di IPB semakin banyak, sekarang Ligaya sudah tidak bekerja di TSI lagi. Saat ini Ligaya menjabat sebagai Kepala Bidang Pelatihan dan Penelitian untuk Perhimpunan Kebun Binatang Seluruh Indonesia. Menurut Ligaya, hambatan terbesar yang dihadapi adalah mencari sumber daya manusia. Karena, tidak semua orang yang bekerja di kebun binatang paham tentang hewan. 

Selain itu, Ligaya juga punya kelas khusus di Fakultas Kedokteran Hewan yaitu manajemen satwa liar. Menurutnya, negara kita butuh lebih banyak lagi dokter hewan, terlebih yang fokus pada satwa liar. Apalagi, Indonesia dikenal sebagai negara kedua megabiodiversity di dunia, setelah Brazil. Kalau tidak ada orang yang peduli dengan satwa kita, maka perlahan semuanya akan punah.

Tinggalkan Komentar