Penguat Hak Adat Indonesia
KASMITA Widodo adalah seorang aktivis gerakan masyarakat sipil yang mengadvokasi dan penguatan kelembagaan dalam implementasi pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat dan komunitas lokal di Indonesia.
Pada tahun 2004-2021, Dodo aktif di Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP) sebagai manajer program, koordinasi nasional dan dewan nasional JKPP.
Lulusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian IPB University Angkatan 26 ini, sejak tahun 2010 sampai saat ini sebagai Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA).
Di bawah arahan Kasmita Widodo, BRWA bersama Gugus Tugas Masyarakat Adat (GTMA) terlibat langsung untuk terus membantu memfasilitasi penyiapan dokumen terkait hutan adat hingga proses verifikasi di wilayah adat Tabi, Jayapura, Papua.
Upaya itu tak lepas dari peran salah satu panitia kongres yang juga anggota tim terpadu verifikasi hutan adat yang dibentuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) ke-VI Tahun 2022.
“Saya dulu bersama bang Abdon Nababan dkk, waktu itu masih di JKPP, Koordinator Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif. Waktu itu Bang Abdon sebagai Sekjen AMAN. Jadi bersama Sekjen AMAN kita membentuk BRWA di 2010,” kata lelaki yang akrab dipanggil Dodo itu.
Pria kelahiran Bekasi, 17 Maret 1970 itu menghabiskan 1 dekade lebih bersama yayasan yang bergerak di bidang verifikasi wilayah adat itu.
Ayah empat anak ini kini berusia 52 tahun dan tinggal bersama seorang istri serta empat anaknya di kawasan Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Badan Registrasi Wilayah Adat (BRWA) yang dirintisnya memiliki tanggung jawab utama dalam menerima registrasi wilayah adat, melakukan verifikasi data, validasi metodologi pemetaan, dan mempublikasikan peta wilayah serta profil masyarakat adat.
Fungsi utamanya adalah menyediakan informasi untuk proses pengakuan dan perlindungan masyarakat adat, serta memberikan data untuk perencanaan dan tata ruang wilayah adat.
Tujuan BRWA adalah mengkonsolidasikan peta-peta yang ada, dimana peta yang diajukan harus melalui proses registrasi, verifikasi, dan validasi.
Selain menyediakan informasi spasial, BRWA juga memberikan peta sosial yang mencakup sejarah wilayah adat.
Dodo menjelaskan bahwa dokumen yang masuk akan diverifikasi melalui peninjauan lapangan, konsultasi dengan warga setempat, dan pemeriksaan batas serta koordinat wilayah.
Meskipun BRWA berperan dalam menyusun peta wilayah adat, ia juga mencatat bahwa informasi yang ada dalam peta yang dihasilkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) masih memiliki keterbatasan.
Kasmita menyoroti pentingnya peta partisipatif yang tidak hanya mencakup nama tempat, tetapi juga mencerminkan hubungan komunitas dengan wilayah tersebut melalui informasi seperti penggunaan lahan, sejarah tempat, dan elemen-elemen lainnya.
Dalam pandangannya, peta partisipatif kehilangan makna jika hanya mencakup elemen-elemen dasar tanpa memperhitungkan aspek-aspek yang lebih kompleks yang menandai hubungan antara masyarakat dan wilayah adat.
Dodo juga bergabung sebagai Ketua Badan Pengawas Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) didirikan pada tanggal 05 Oktober 1989 di Bogor.
LATIN merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang nirlaba. LATIN didirikan sebagai sebuah dedikasi untuk mempromosikan dan mendukung pengelolaan sumberdaya alam yang adil dan beradab bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam tersebut khususnya hutan
Sebuah lembaga tempat pendaftaran wilayah adat di Indonesia. Selain itu, sejak tahun 2013 hingga saat ini, Dodo menjadi Koordinator Working Group ICCAs Indonesia (WGII), sebuah koalisi yang terdiri dari beberapa LSM nasional yang mempromosikan praktik konservasi masyarakat adat dan komunitas lokal di tingkat nasional dan internasional.*