Imam Teguh Saptono

Pejuang Wakaf yang Konsisten

SOSOK Imam Teguh Saptono dikenal sebagai seorang profesional yang memiliki pengalaman lebih dari 24 tahun di industri keuangan, adalah salah satu tokoh utama dalam dunia perbankan syariah di Indonesia.

Lahir pada tahun 1969 di Jakarta, perjalanannya yang penuh prestasi dimulai dengan pendidikan tinggi di IPB University, di mana ia meraih gelar Sarjana Pertanian pada tahun 1992, kemudian melanjutkan ke Magister Manajemen Agri Bisnis pada tahun 1994, dan meraih gelar Doktor dalam bidang Manajemen Bisnis dari IPB University pada tahun 2011.

Karirnya dimulai sebagai Trainee for Management Instructor di PT Garuda Indonesia sebelum bergabung dengan PT Bank BNI pada tahun 1996.

Di Bank BNI, ia memegang berbagai posisi strategis, termasuk Senior Asisten Manajer Hubungan Investor Bidang Riset Pasar Modal dan Pengembangan Bank BNI, yang membantu memperkuat hubungan investor dengan bank tersebut.

Pada tahun 2008, ia memulai karirnya di lembaga keuangan syariah sebagai Wakil Koordinator Unorganic Growth Project. Pada tahun 2015, ia menjadi Presiden Direktur PT Bank BNI Syariah, membawa bank tersebut meraih sejumlah penghargaan sebagai Bank Syariah terbaik di Indonesia. Jabatannya kala itu adalah Direktur Utama.

Pada masa kepemimpinannya, bank syariah plat merah itu mengalami pertumbuhan laba yang cukup signifikan. Laporan keuangan BNI Syariah per 31 Desember 2016 menunjukkan pertumbuhan positif dengan posisi laba sebesar Rp 277,37 miliar atau meningkat 21,38 persen dibanding Desember 2015 sebesar Rp 228,52 miliar.

Selama enam tahun, Imam Teguh Saptono menjabat sebagai Managing Director BNI Syariah sebelum akhirnya menjadi Direktur Utama di PT Trihamas Finance Syariah pada tahun 2018.

Imam Teguh Saptono kini aktif sebagai Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI), sebuah lembaga negara independen yang bertujuan mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia.

Pengalaman, dedikasi, dan pengetahuan yang dimiliki Imam Teguh Saptono bukan hanya terbatas pada dunia keuangan, melainkan juga dalam dunia pendidikan.

Ia menjadi dosen di Indonesian Banking School (IBS) dan Sekolah Bisnis IPB University, berbagi pengetahuan dan wawasan yang luas kepada generasi muda yang berminat dalam bidang keuangan.

Imam Teguh Saptono adalah anggota aktif dalam berbagai organisasi, termasuk Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (ASBISINDO).

Semua pencapaiannya dan dedikasinya dalam mengembangkan industri perbankan syariah dan pendidikan menjadikan Imam Teguh Saptono sebagai salah satu pemimpin terkemuka di bidangnya.

Lulusan IPB University ini mengaku, pada mulanya dia awam tentang Islam. Yang ia ketahui sebatas tentang rukun Islam. Katanya, sejak masih kuliah pun, Imam hampir tidak pernah ikut kegiatan keislaman.

"Dulu saya tergolong mahasiswa hedonis. Menganggap kegiatan keislaman itu tidak penting," kenangnya.

Ia mengaku baru intens belajar agama setelah mulai berkecimpung dalam perbankan syariah. Saat itu dia menyadari bahwa ternyata syariat Islam mengatur pada hal-hal yang sangat detil tentang ekonomi.

Imam Teguh Saptono melanjutkan dengan penjelasannya mengenai wakaf korporasi yang sebenarnya merupakan bagian dari amal jariyah.

Dalam konteks ini, ia memberikan anjuran pentingnya pelaksanaan wakaf korporasi untuk memperhatikan kesiapan nazhir. Wakaf korporasi memiliki aset dan manfaat yang akan berkelanjutan hingga akhir zaman, sehingga profesionalisme nazhir sangat diperlukan dalam hal ini.

Menurutnya, selama ini masyarakat cenderung lebih akrab dengan istilah wakaf sebagai aset sosial, khususnya tanah yang diperuntukkan bagi tempat ibadah masjid dan musholla.

"Padahal dalam sejarah kebangkitan peradaban Islam, wakaf telah tumbuh dan berkembang tidak hanya sebagai aset sosial, tetapi juga sebagai aset produktif termasuk dalam hal pengelolaan aset uang," ujar Imam.*

Tinggalkan Komentar