Sinar Cemerlang di Jalan Pangan
PEMIKIRAN tajam dan konsiten demi membangun jalan pangan dan pertanian, kerap dilontarkan sosok ini. Menurutnya, bangsa ini tidak boleh bergantung pada negara-negara lain dalam hal pemenuhan kebutuhan pangan.
Sangat disayangkan saat ini masih ada sejumlah komoditas pangan yang masih harus diimpor, sehingga mempengaruhi neraca perdagangan negara.
"Sejumlah komoditas masih kita impor, seperti kedelai, daging, jagung, dan bawang putih. Ke depan semua itu harus mulai mengikuti jejak beras yang sudah tiga atau empat tahun ini sudah tidak impor lagi alias kita sudah swasembada beras," tegas Prof. Imam Mujahidin Fahmid.
Imam mengungkapkan keprihatinannya tentang ketergantungan Indonesia terhadap pangan impor.
“Ketergantungan kita pada pangan impor bisa mempengaruhi keuangan negara. Apalagi kita harus berhadapan dengan para komprador pangan dunia, yang ingin menjadikan Indonesia sebagai market dari international food trading,” ujarnya.
Prof. Imam Mujahidin Fahmid lahir di Raba, pada tanggal 23 Januari 1969 sebagai anak bungsu dari tujuh bersaudara, putra dari pasangan H. Abd. Majid Azis dan Hj. Fatimah Mulya Majid.
Gelar sarjana ia dapatkan di jurusan Sosial Ekonomi Pertanian dari Universitas Hasanudin yang diperoleh pada tahun 1991.
Menyusul itu, ia melanjutkan studi di Newcastle University, Australia, meraih gelar Master of Trade and Development pada tahun 2001.
Selanjutnya, Imam mendapatkan gelar Doktor dalam Program Studi Sosiologi Pedesaan dari Fakultas Ekologi Manusia IPB University pada tahun 2011.
Prof. Imam memiliki memulai jejak karirnya sebagai supervisor peneliti pada program Kerjasama CIDA dan Non-Government Organization untuk beberapa wilayah di Indonesia Timur antara tahun 1991 hingga 1993.
Ia lalu memulai karir mengajar sebagai staf pengajar di UNHAS sejak tahun 1994 hingga akhirnya kini diangkat sebagai Guru Besar Ekonomi Politik Universitas Hasanuddin. Selain itu, Imam juga memimpin Institute for Social and Political Economic Issues (ISPEI) sebagai Executive Director sejak tahun 2004 yang berkedudukan di Makassar.
Di ranah pemerintahan, Prof. Imam menjabat sejumlah posisi penting. Mulai dari Direktur Publication Manajement Center Unhas (2015-2018), Ketua Dewan Riset Daerah Pemprov Sulawesi Selatan (2011-2018), hingga Komisaris GMTDC, Tbk (2009-2014).
Saat ini ia juga menjabat sebagai Komisaris PT Pupuk Indonesia Utilitas sejak 27 Desember 2021 dan Staf Khusus Menteri Bidang Kebijakan Pertanian, Kementerian Pertanian RI sejak 2019.
Berbagai posisi ini telah memperlihatkan pentingnya pemikiran Imam sebagai cahaya cemerlang yang menerangi berbagai jalan pangan dan pertanian di Indonesia.
Aktif di organisasi Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), ia berpandangan organisasi ini memiliki kekuatan dan potensi besar untuk berkontribusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa, seperti kemiskinan dan imbas resesi global. Pun demikian dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
"KAHMI akan menjadi pemersatu kebangsaan dan keislaman. Dengan pondasi itu, kita harapkan Indonesia menjadi bangsa yang memiliki perbedaan, tetapi dengan perbedaan itu bisa punya energi untuk membangun harapan," ungkapnya.
Prof. Imam aktif menuliskan pemikiran-pemikirannya, salah satu yang fenomenal adalah buku yang berjudul "Identitas Dalam Kekuasaan: Hibriditas Kuasa, Uang, dan Makna dalam Pembentukan Elite Bugis dan Makassar" yang diterbitkan pada tahun 2012 oleh Penerbit Ininnawa bekerja sama dengan Institute for Social and Political Economic Issues (ISPEI).
Sebagai seorang akademisi, pejabat pemerintah, dan penulis, Prof. Imam Mujahidin Fahmid, M. TDev telah memberikan kontribusi besar bagi perkembangan ilmu, kebijakan pertanian, dan literasi kemasyarakatan di Indonesia. *