Imajinasi Lebih Penting dari Pengetahuan
Dewan Guru Besar (DGB) Institut Pertanian Bogor (IPB) menggelar pleno ke-3, di Ruang Sidang Senat Akademik Kampus IPB Dramaga, Bogor pada 19 Desember 2017. Salah satu agendanya adalah menyampaikan nama-nama Guru Besar yang jumlah total naskah terindeks scopus terbanyak.
Saat itu IPB University memiliki total Guru Besar sebanyak 247 orang, dengan 225 Guru Besar Tetap. Salah satu Guru Besar yang terindeks scopus terbanyak seperti yang diisyaratkan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI di periode tahun 2015-2017 adalah Prof. Husin Alatas dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University.
Dalam orasi pengukuhannya sebagai Guru Besar IPB University, Husin Alatas mengemukakan bahwa fisika adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang memiliki kontribusi paling signifikan bagi peradaban manusia.
Salah satu karakter penting fisika, khususnya fisika teori adalah kemampuannya dalam melakukan prediksi terhadap kelakuan sebuah sistem. Fisika mampu memahami dan memberikan deskripsi atas fenomena yang diperlihatkan oleh sistem itu.
“Ada bidang fisika kuantum yang menawarkan konsep kuantum cahaya yang lazim disebut foton dalam menjelaskan eksperimen efek fotolistrik. Temuan ini membawa manusia pada era teknologi digital saat ini," ujar Prof Husin Alatas dalam orasi pengukuhan Guru Besar Tetap di Gedung Andi Hakim Nasoetion, Kampus IPB University Dramaga.
Berangkat dari ditemukannya berbagai fenomena yang tidak dapat diprediksi dan dijelaskan oleh perumusan fisika klasik dan kemunculan komputer, maka dalam satu abad belakangan ini fisika telah mengalami empat revolusi yakni fisika kuantum, fisika relativistik, fisika nonlinear dan sains kompleksitas.
Menurutnya fisika kuantum yang ditemukan sekitar satu abad yang lalu, ternyata baru kita nikmati hasilnya sekarang dalam bentuk handphone, proyektor, kamera digital dan lain-lainnya.
“Kamera yang kita pakai sekarang itu teorinya sudah ditemukan Ibnu Haitham pada tahun 1015 M. Kamera berasal dari bahasa Arab “kamara” artinya ruang gelap,” tambah Husin.
Prof. Husin merupakan ahli fisika teori di IPB University. Ia menamatkan studi jenjang sarjana di Institut Teknologi Bandung (ITB), dan kemudian memperoleh gelar master dan doktor juga dari ITB pada 2005 melalui skema EPAM-KNAW Sandwich Program dengan Twente Universiteit, Belanda. Lebih dari 80 publikasi ilmiah terindeks global telah dihasilkannya melalui kerja bersama para kolega dan mahasiswa. Ia lalu dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap oleh IPB University.
Selain aktivitas mengajar dan meneliti, Prof. Husin juga menjadi Ketua Divisi Fisika Teori di IPB University dan Sekretaris Eksekutif Pusat Kajian Sains Keberlanjutan dan Transdisiplin atau Center for Transdisciplinary and Sustainability Sciences (CTSS) IPB University.
Fokus bidang penelitian Prof. Husin mencakup teori kuantum, teori relativitas dan kosmologi, fisika sistem kompleks, serta fisika optik dan fotonik. Selain itu, Prof Husin juga tercatat sebagai Indonesian Territorial Representative pada International Commission for Optics (ICO) pada 2015-2020. Prof. Alatas juga tercatat sebagai pendiri the Indonesian Optical Society (InOS), sekaligus menjadi President InOS periode 2017-2019.
Husin Alatas juga menjabat Wakil Ketua (Koordinator Kelompok Kerja Sains Garda Depan) Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI), Prof Husin kerap mengisi berbagai diskusi keilmuan mengenai teori kuantum dan teori relativitas, terutama terkait perjalanan waktu yang belakangan ramai dibahas oleh masyarakat.
Dalam film yang digarap oleh Marvel Studios disinggung teori kuantum, termasuk "Close Timelike Curves" (CTC) yang menghubungkan dua waktu berbeda sehingga memungkinkan perjalanan waktu atau "time travel" ke masa lalu.
Apakah CTC itu merupakan kenyataan? Menurut Husin, tidak. Dia berpendapat jangan terlalu menganggap serius CTC dalam skala relatif besar. Alasannya, dilarang oleh hukum kedua termodinamika terkait kompleksitas yang mengizinkan arah waktu hanya menuju masa depan.
"Tidak, kalau memang itu bisa dilakukan, obyek akan terperangkap di dalam 'black hole' setelah mencapai masa lalu," tegas Profesor kelahiran Jakarta, 4 Juni 1971 ini.
Husin Alatas juga tercatat sebagai inovator bersama para akademisi lainnya yaitu Irzaman, Heriyanto Syafutra, Ardian Arif dan Hanedi Darmasetiawan dalam buku kumpulan 501 Inovasi IPB dalam 1226 Inovasi Indonesia, Seri Biomedis pada 2020.
Dalam kumpulan inovasi itu ia bersama akademisi lainnya menghadirkan Meja Putar (Instrumen Spin Coating) untuk membentuk lapisan film tipis. Spin coating adalah sebuah metode untuk menghasilkan lapisan tipis yang merata atas sebuah substrat dengan cara merotasikan larutan film tipis tersebut dengan kecepatan sudut tertentu. Paten inovasi teknologi ini juga telah terdaftar.
Aplikasi alat ini terbuka luas untuk pembuatan lapisan film tipis dari ukuran mikro hingga nanometer yang mengharuskan efisiensi material maupun biaya. Aplikasi industri lapisan tipis merentang luas dari industri semikonduktor elektronik, pelapisan optik, hingga industri sensor.
Di usia mudanya, Husin memang sudah tertarik buku-buku Fisika dan kisah para ilmuwan dunia
Ia juga setia menonton Star Wars hingga 42 tahun. “Film semacam itu mungkin mendrive imajinasi, atau melahirkan ide. Imajinasi itu lebih penting. Tapi kemudian saya pelajari dan setia menonton selama itu, ada yang tidak berubah dari film itu: di angkasa luar ada suara, padahal di angkasa luar tidak ada suara,” ungkapnya.
Husin memang menonton film itu hanya untuk melahirkan imajinasi. Imajinasi itu lebih luas, seluas langit dan bumi. Sedangkan pengetahuan itu terbatas. Seperti kata Einstein, imajinasi lebih penting dari pengetahuan. ***