INDUSTRI pengolahan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Namun, selain menghasilkan nilai ekspor yang tinggi, industri ini pun menyisakan persoalan lingkungan hidup.
Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang merupakan sisa dari produksi, menjadi persoalan serius. Hasil panen kelapa sawit segar setelah pengolahannya menyisakan sekitar 20 persen limbah.
Misalnya dari satu ton kelapa sawit segar, sekitar 200 kilogramnya akan menjadi limbah. Sedangkan produksi limbah TKKS jumlahnya sangat melimpah.
Peneliti Departemen Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University, Dr. Siti Nikmatin, kemudian mengembangkan helm ramah lingkungan berbahan dasar limbah TKKS.
Produksi helm sepeda dan motor dari bahan ramah lingkungan yang telah mendapatkan berbagai penghargaan dan telah lolos pengujian Standar Nasional Indonesia (SNI) ini memiliki nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebesar 71,21 persen.
"Inovasi pemanfaatan serat TKKS menjadi bahan baku material helm ini telah dipatenkan dengan nomor P00201609159," kata Siti.
Inovasi ini berhasil mendapatkan Anugerah Inovasi, Prakarsa dan Pelopor Pemberdayaan Masyarakat Jawa Barat 2016. Siti Nikmatin juga berhasil meraih Juara 1 untuk Lingkup Kompetisi Inovasi Industri Kreatif karena program pengabdian masyarakat yang dilakukannya dalam meningkatkan perekonomian masyarakat di Desa Wirajaya Jasinga Kabupaten Bogor.
GC helmet sendiri juga memperoleh penghargaan 108 Inovasi Indonesia 2016 dari Business Innovation Centre (BIC) kategori material maju, juara 1 Gelar Inovasi Daerah Kabupaten Bogor 2017 dan 10 Startup Unggulan Terobosan Inovasi Indonesia 2017 Kemenristekdikti.
Selain itu, GC helmet juga menjadi helm inovasi pertama di Indonesia dan telah memenuhi standar SNI juga ASTM.
Helm ini pun lebih ringan daripada helm berpenguat lain yang beredar di pasaran, karena penggunaan serat TKKS yang memiliki densitas rendah menyebabkan helm menjadi ringan.
Dr. Siti Nikmatin mengolah limbah tandan kosong kelapa sawit yang ada di Cikasungka menjadi serat dengan berbagai macam ukuran. Serat ini kemudian menjadi bahan baku pembuatan helm.
Nikmatin mengolah lignoselulosa dalam TKKS menjadi serat mikropartikel yang digunakan sebagai penguat dalam pembuatan helm ramah lingkungan ini.
Siti Nikmatin bermitra dengan PT Intertisi Material Maju (PT IMM), mitra binaan Surveyor Indonesia memproduksi helm proyek berbahan tandan kosong kelapa sawit (TKKS). Untuk bahan baku, PT IMM menggandeng PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII di Jasinga, Kabupaten Bogor, untuk menyuplai TKKS.
Sesuai dengan bahannya maka produk ini dinamai Green Composit Helmet. Helm motor dari limbah kelapa sawit ini juga sudah diperkenalkan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2021 silam.
Pada awal kerja sama, para kelompok tani diberikan pelatihan terkait pengolahan TKKS. Selanjutnya, mereka bisa mengolah TKKS menjadi serat untuk menjadi bahan dasar helm.
Sebelum menjadi helm proyek, TKKS harus menjalani berbagai proses. Awalnya, TKKS berbonggol besar diberai menjadi serat-serat panjang oleh para kelompok tani. Biasanya pemberaian TKKS membutuhkan sekitar satu hingga dua pekan.
Setelah itu, hasil serat dicampur dengan plastik polimer dan diekstraksi menjadi granule-granule kecil. Selanjutnya, granule diinjeksi menjadi cangkang helm. Cangkang itu kemudian melalui proses pengecatan dan baru dipasang berbagai elemen penguat untuk selanjutnya bisa dilepas ke pasaran.
"Helm ini bio composite, bukan sekadar polimer. Berpenguat serat alam, dan kami berkontribusi dalam pengurangan limbah TKKS. Hasil ujinya juga lebih bisa meredam benturan," ujarnya.
Sejak 2017 hingga saat ini, helm Green Composite sudah diperjualbelikan ke hampir seluruh Indonesia, baik melalui pesanan satuan maupun pre-order (PO).
Pada masa pandemi Covid-19, helm yang dijual di kisaran Rp 70.000 sampai Rp 350.000 tersebut sempat dipesan sebanyak 5.000 unit untuk komunitas pesepeda.
Sampai 2018, ia telah menciptakan berbagai jenis helm, termasuk helm full face, half face, helm anak-anak, dan helm sepeda, semuanya menggunakan serat dari limbah TKKS.
Tidak hanya itu, Dr. Nikmatin juga memperkenalkan teknologi tahan api, meningkatkan ketahanan panas serat TKKS dan menggantikan penggunaan compatibilizer yang sebelumnya diimpor.
Inovasi ini menghasilkan helm dengan cara reinforcement ABS dengan bahan baku serat TKKS yang memiliki kemampuan tinggi untuk menyerap energi tumbukan, tahan benturan, anti pecah, dan ramah lingkungan.
Siti menuturkan TKKS selama ini banyak dimanfaatkan menjadi pupuk. Namun, masih belum banyak bentuk diversifikasinya.
Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar di dunia. Berdasarkan data United States Department of Agriculture (USDA), produksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia bisa mencapai 45,5 juta metrik ton (MT) pada periode 2022/2023.
Besarnya produksi CPO yang dihasilkan akan sejalan dengan melimpahnya TKKS, di mana tiap pengolahan satu ton tandan buah segar (TBS) menghasilkan 22–23 persen atau sekitar 220–230 kg TKKS.
Apabila industri sawit memiliki kapasitas pengolahan TBS 100 ton/jam dan waktu operasi selama satu jam, maka akan dihasilkan sekitar 23 ton TKKS. Ketersediaan TKKS yang melimpah tersebut memerlukan solusi untuk mengatasinya.
Oleh karenanya, ia melakukan inovasi dengan membuat helm berbahan baku tambahan dari serat TKKS. "Serat TKKS ini memiliki sifat mekanis yang bagus dan dapat digunakan sebagai filler untuk meningkatkan kualitas fisik-mekanik helm proyek," tuturnya.
Di luar pembuatan helm, Siti juga mengeksplorasi pembuatan pelindung anti-peluru dan komponen otomotif dari limbah TKKS. Di tangan Dr Nikmatin, TKKS dan lidi sawit disulap menjadi beberapa produk fungsional seperti piring anyam, keranjang buah, sapu lidi, penebah lidi dan serat panjang TKKS sebagai bahan baku industri komposit dan energi.*