Handry Satriago

Belajar Kepemimpinan dari Handry Satriago, CEO General Electric

CEO General Electric Indonesia Alumni IPB Angkatan : Lulus Tahun 1993 Jurusan/Fakultas : TIN/FATETA-S1

Pria kelahiran Pekanbaru, 13 Juni 1969 ini adalah lulusan universitas dalam negeri pertama yang sukses mengisi posisi Presiden dan CEO General Electric Indonesia. Meski sejak usia 18 tahun, Handry Satriago didiagnosis mengidap kanker kelenjar getah bening, namun pencapaiannya sekarang adalah bukti jejak tinta perjuangan yang luar biasa telah terukir oleh sosok lulusan Teknologi Industri Pertanian IPB tahun 1993.

Hingga kini, 7 tahun sudah Handry menduduki posisi pimpinan General Electric. Mampu bertahan selama ini, ia memaparkan bagaimana resep memimpin perusahaan besar dengan hasil maksimal. Baginya, pemimpin adalah sosok yang pada akhirnya mampu melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Ia begitu fasih menerapkan dirinya sebagai student of leadership. Kepada karyawannya, ia senantiasa menerapkan prinsip kerja profesional.

Kesedihan dan kehidupan pribadi yang serba terbatas di usianya yang masih muda disikapi Handry dengan menerima semua kenyataan yang ada, lalu meyakini kondisi yang dihadapi adalah pilihan terbaik yang dipilihkan Tuhan.

Kemudian bangkit, membangun mimpi-mimpi yang ingin dicapai dengan menggunakan kekuatan daya pantul (bouncing back) untuk berjuang menghadapi semua kesusahan serta menikmati proses perjuangan yang ada.

“Percayalah, selalu ada jalan untuk mencapai impian-impian kita,” kata lulusan Institut Pengembangan Manajemen Indonesia (IPMI).

“Selama gaji diambil, maka berikan yang terbaik, walaupun banyak hal yang tidak disukai. Kita jangan pernah lelah untuk belajar dan belajar jangan tergantung dari tersedianya kesempatan”

Segenap pencapaian yang ada, Handry mengakui semua itu adalah resultan dari didikan yang ia terima dari dosendosennya di IPB dulu yang telah tulus mengajar. Ia pun yakin, IPB akan terus mencetak lulusan andal di masa depan jika mampu menerapkan empat prinsip bahwa kampus adalah tempat netral yang harus dipisahkan dari kepentingan politik praktis agar beragam gagasan inovatif lahir dari IPB.

IPB pun menurutnya harus adaptasi terhadap perubahan yang sangat cepat dan mengambil posisi yang tepat dalam perubahan tersebut. Rumus ketiga, IPB harus menjadi kampus yang menerima perbedaan dan menjadi organisasi yang dapat “lean dan agile”.

Andai itu semua mampu diterapkan, Handry percaya akan lahir generasi-generasi baru lulusan IPB sebagai agen perubahan melalui pemikiran-pemikiran baru dalam berbagai kelimuan.

Tinggalkan Komentar