Dr. Berry Juliandi

Sang Pencerah Penelitian yang Mendunia

SEJAK tahun 2001, Berry telah berkontribusi sebagai dosen dan peneliti di IPB University, khususnya dalam bidang fisiologi dan perilaku hewan.

Ia juga mengepalai Laboratorium Sel Punca Hewan di Pusat Penelitian Sumber Daya Alam & Bioteknologi (PPSH-IPB).

Sejak November 2014, ia menjadi pemimpin redaksi HAYATI—Journal of Biosciences, yang sudah terindeks Scopus.

Spesialisasi Berry adalah neurosains molekuler, dan gelar PhD-nya dalam bidang ini diperolehnya dari Nara Institute of Science & Technology pada tahun 2011.

Dr. Berry Juliandi, lahir di Jakarta pada 23 Juli 1978 kini menjadi Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB University (2021-2025)

Ia menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) pada tahun 1996 hingga 2000 dalam bidang Biologi di IPB University, kemudian melanjutkan studi S2 pada tahun 2004 hingga 2007 dalam Zoologi di IPB University, kini Program Magister (S2) Biosains Hewan di Departemen Biologi FMIPA IPB Universitu.

Pendidikan tertingginya sebagai Doktor dalam bidang Neurosains Molekuler, diperolehnya dari Nara Institute of Science and Technology, Jepang yang dienyamnya sejak 2008 hingga 2011.

Berry melanjutkan sebagai peneliti di institut yang sama hingga Maret 2013, kemudian sebagai peneliti di Kyushu University sampai Maret 2014.

Selain menjadi akademisi, Berry Juliandi juga aktif dalam organisasi keilmuan. Ia adalah anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia (ALMI) dan menjabat sebagai Sekretaris Jenderal pada periode 2018-2020.

Kiprahnya dalam ALMI dimulai sejak 2016 setelah dinominasikan berdasarkan rekam jejak akademik dan prestasinya sebagai fellow Kavli Frontiers of Science pada tahun 2012 dan 2017.

Selain aktif dalam dunia akademis, Berry juga berperan dalam meningkatkan literasi sains di masyarakat dan mendorong jurnalisme sains.

Pada tahun 2019, bersama jurnalis sains Dyna Rochmyaningsih, Berry meraih penghargaan dari World Federation of Science Journalists (WFSJ) di Lausane, Swiss, untuk karyanya berjudul “Advocating International Collaboration”.

Dalam bulan-bulan tersebut, di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) sedang digodok RUU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) yang salah satu pasalnya adalah mempidanakan peneliti asing yang melanggar peraturan di Indonesia.

Berry yang ketika itu baru saja terpilih sebagai Sekretaris Jenderal ALMI melakukan pendekatan-pendekatan ke berbagai institusi untuk menggagalkan pasal pidana RUU yang sedang diajukan di DPR tersebut.

Berry bersama ALMI menyatakan sikap menentang pasal pidana tersebut karena dipastikan akan menghambat perkembangan dan transfer ilmu pengetahuan serta merusak ekosistem penelitian sebab tidak ada kolaborasi internasional yang memungkinkan dilakukan di Indonesia.

Berry bersama ALMI juga menyarankan kepada pemerintah dan DPR RI dalam pembahasan RUU Sisnas Iptek agar lebih mengutamakan penguatan lembaga iptek yang telah ada dan menyerahkan wewenang koordinasi kepada lembaga tersebut.

Namun dalam proses penyusunan RUU, pemerintah dan DPR RI memutuskan membentuk lembaga baru, yaitu Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Selain itu, terkait pengelolaan dana abadi penelitian, Berry menuliskan pemikirannya mewakili para peneliti, berharap pendanaan penelitian di Indonesia lebih meningkat dan efektif dengan dibentuknya Dana Abadi Penelitian.

Supaya efektif, pemerintah perlu memisahkan tiga proses bisnis pengelolaan dana dan mempertimbangkan delapan prinsip manajemen dana riset.

Di bidang riset, Berry Juliandi dikenal sebagai perintis modifikasi nasib sel punca menjadi berbagai jenis sel yang dibutuhkan di dunia.

Melalui modifikasi epigenetik, ia berhasil mengubah nasib sel punca embrio mencit untuk menjadi sel saraf lapisan atas korteks otak besar.

Ini membuka peluang baru dalam penyembuhan penyakit, termasuk kelumpuhan akibat cedera tulang belakang dan penyakit osteoarthritis.

Saat ini, Berry dan timnya fokus pada penemuan bahan aktif dari kearifan lokal di Indonesia yang dapat meningkatkan memori melalui modifikasi nasib sel punca saraf di hipokampus otak.

Berry telah menerima sejumlah penghargaan antara lain sebagai IPB Nominee for APEC Science Prize for Innovation, Research and Education (ASPIRE) 2016, Top 1000 (#543) Highly Cited Indonesian Scientists (Webometrics, October 2015), Top 200 (#175) Highly Cited Indonesian Scientists (Webometrics, January 2015); Top 10% of Young Scientist in Japan (Japan Society for the Promotional Sciences [JSPS], 2010), Special Recommendation Doctoral Students (Nara Institute of Science and Technology-Japan, 2008), Most Valuable Master of Science (Bogor Agricultural University [IPB]-Indonesia, 2007), dan Most Valuable Undergraduate Student (Department of Biology IPB-Indonesia, 2000).*

Tinggalkan Komentar