Dewi Apri Astuti

Berdedikasi untuk Nutrisi, Berperan untuk Pakan

PERAN penelitian perempuan ini memberikan manfaat ke khalayak banyak. Namun ia tetap sederhana dalam pengabdiannya.

Kesederhaan itu membuat ia seperti padi merunduk yang semakin berisi. Bahkan ketika ia berhasil menjadi Guru Besar Fakultas Peternakan IPB University.

Demikian gambaran sosok seorang Dewi Apri Astuti, perempuan bergelar profesor yang ramah ini fokus dalam dunia nutrisi hewan yang berdedikasi dengan berbagai inovasi yang diciptakannya untuk Indonesia.

Lahir pada 5 Oktober 1961 di Bogor, awalnya Dewi memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pengetahuan Hewan dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1984.

Ia mematangkan keahlian dan minatnya dengan memperoleh gelar Program Magister Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (INTP) pada tahun 1988 dan menyelesaikan Program Doktor Fisiologi Nutrisi dari IPB University tahun 1995.

Salah satu peran Dewi Apri Astuti adalah menjadi salah satu peneliti dan penemu Herbal Mineral Blok (HMB).

Inovasi ini bertujuan untuk mengatasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) pada hewan ternak dengan memanfaatkan bahan herbal seperti kunyit, jahe, dan lerak.

“Mineral merupakan unsur nutrien yang sangat diperlukan dalam proses fisiologis ternak.

Mineral dibutuhkan bagi ternak yang sedang tumbuh dan untuk pembaharuan sel-sel yang berlangsung terus-menerus, serta untuk keperluan berproduksi.

Apabila ternak kekurangan mineral, dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis yang disebut defisiensi mineral," jelasnya.

Penelitian yang dimulai sejak tahun 2008 ini menunjukkan potensi untuk meningkatkan imunitas hewan sambil memenuhi kebutuhan mineral mereka.

Selain itu, Dewi juga terkenal dengan penelitiannya dalam pemanfaatan magot atau Black Soldier Fly (BSF) sebagai pakan alternatif untuk ternak.

Maggot selain sebagai pengurai sampah organik, memiliki kandungan nutrien berkualitas tinggi dan mudah dipelihara.

“Solusi ini dapat mengatasi tingginya angka impor tepung ikan yang menyebabkan defisit negara,” imbuh Dewi.

Produknya, mulai dari larva segar hingga tepung maggot, menawarkan solusi yang berkelanjutan dalam mengatasi masalah lingkungan sambil memberikan pakan berkualitas bagi hewan ternak.

“BSF sudah merambah ke industri yang menjanjikan. Pembudidaya pemula maggot dapat memulainya dengan cukup mengumpulkan (larva) untuk pakan ikan dan unggasnya,” ucap Dewi.

Dewi juga pernah melakukan penelitian terkait pemanfaatan tepung jangkrik pada ransum kambing dengan status fisiologis berbeda (in vitro and in vivo studies) pada 2016-2018.

"Sebetulnya jangkrik bisa dijadikan olahan pangan asal pengolahannya baik dan berlabel, dan kita bisa membawanya ke pasar yang luas," kata Dewi.

Di projek penelitian Kemenristekdikti Indonesia ini, Dewi berperan sebagai peneliti utama.

Selain menjadi Guru Besar, Dewi Apri Astuti juga telah mengisi berbagai peran di dunia pendidikan dan penelitian.

Sejak tahun 2005 Dewi menjabat sebagai Kepala Bagian Nutrisi Ruminansia di IPB University.

Ia juga merupakan staf pengajar di Departemen Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan pada 1991 hingga 2005.

Ia pernah menjadi pengajar Departemen Biokimia & Nutrisi Ternak Fakultas Peternakan Science, dan staf pengajar di UGM pada 1985 hingga 1991.

Sebagai peneliti, pengalaman internasionalnya begitu matang. Ia pernah menjadi perwakilan negara Jaringan Kambing Perah Asia-Australasia untuk Indonesia (2012-2014; 2014-2016).

Dewi juga pernah menjadi peneliti Tamu di Wake Forest University North Carolina dengan topik Aterogenik diet for Monkey, kerjasama dengan Prof. TB Clarkson. Februari 2012.

Puluhan penelitian, publikasi jurnal ilmiah dan makalah berhasil menjadi sumber ilmu pengetahuan yang berguna bagi dunia nutrisi ternak. *

Tinggalkan Komentar