Bambang Widigdo

Ilmuwan Besar di Balik Udang Nasional

Pemerintah sedang berupaya meningkatkan produksi udang agar mencapai 2 juta ton di tahun 2024 serta berencana membuka lahan tambak baru. Tentunya hal ini bukan hal yang mudah. Pasalnya, rencana ini paling tidak membutuhkan lahan seluas 11.000 hektare.

Dari total luasan tersebut, 5.000 hektare (45%) dibangun pemerintah dan 6.000 hektare (55%) dibangun oleh swasta (KKP, 2021). Sayangnya, kegiatan tambak udang biasanya dinilai menurunkan luasan hutan mangrove Indonesia.

Adalah Bambang Widigdo, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor yang menemukan teknologi pertambakan udang tanpa membabat hutan mangrove dan alih fungsi lahan pesisir, yang menawarkan solusi sekaligus mampu menyejahterakan petambak tradisional tanpa merusak lingkungan.

Penemuannya disebut dengan tambak “biocrete” yaitu tambak berlahan pasir. Teknologi ini merupakan alternatif tanpa mesti membabat lahan mangrove . Namun menghasilkan udang yang berkualitas sama dengan pemanfaatan lahan mangrove.

Tambak ini mampu menghasilkan produktivitas 7-8 ton per hektare, lebih tinggi dibandingkan tambak tanah 5-6 ton per hektare.

“Tambak udang dapat dikembangkan di kawasan pantai berpasir tanpa harus merusak hutan mangrove,” ujarnya.

Menurut Bambang, di lapangan banyak ditemukan petambak yang mencapai produktivitas lebih dari 30 ton per hektar per siklus. Bahkan ada yang mencapai 50-60 ton per hektar per siklus.

Menurutnya, salah satu sistem kontrol yang sudah cukup teruji adalah mengembangkan Standard Operasional Prosedur (SOP) yang berlandaskan pada prinsip Hazzard Analysis Critical Control Point (HACCP), atau HACCP-based-SOP.

“Sistem manajemen ini adalah penyusunan prosedur budidaya yang telah mengakomodasi proses identifikasi setiap hazzard yang memungkinkan dapat menggagalkan produksi, dan/atau menimbulkan kerawanan gangguan kesehatan bagi orang yang mengkonsumsi udang,” imbuhnya.

Dalam budidaya udang, Bambang menjelaskan bahwa hazzard didefinisikan sebagai sumber atau situasi yang berpotensi menyebabkan udang sakit atau terkontaminasi bahan yang membuat konsumen terganggu kesehatannya seperti penyakit virus, bahan pencemar air, dan residu antibiotika.

Dilahirkan di Ngawi, 9 Agustus 1956, Bambang adalah ilmuwan yang konsisten di bidang keahliannya yaitu manajemen kawasan pesisir terpadu dan pengembangan daya dukung kawasan pesisir, seringkali melahirkan perubahan dan inovasi.

Latar belakang pendidikannya merupakan sarjana Budidaya Perairan dari Fakultas Perikanan –IPB University pada tahun 1980 dan meraih program doktoral pada bidang Natural Sciences, Ludwig Maximilians Universiatet Munich, Jerman pada 1988.

Selepas menempuh kuliah sarjana, Bambang meningkatkan kompetensi melalui berbagai training course pada bidang ekologi, perikanan, dan budidaya pada lembaga riset di dalam dan luar negeri.

Karir profesionalnya dimulai sebagai aquaculturist pada beberapa proyek pengembangan budidaya perikanan yang dilaksanakan oleh lembaga pemerintah maupun swasta.

Semenjak Tahun 1981, Bambang menjadi staf pengajar pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Mata kuliah yang diasuh meliputi avertebrata air, pengelolaan lingkungan pesisir, pengembangan kawasan pesisir dan lautan, serta pengelolaan pesisir bagi pengembangan perikanan budidaya.

Selain sebagai pengajar, ia pernah menjadi Kepala Laboratorium Limnologi Jurusan MSP, Sekretaris Jurusan MSP Faperikan IPB University dan menjadi Ketua Departemen MSP, FPIK-IPB University.

Bambang Widigdo juga giat melakukan pengabdian kepada masyarakat dengan melaksanakan riset dan pelayanan sebagai tenaga ahli perikanan khususnya bidang budidaya udang pada berbagai perusahaan baik skala nasional maupun multinasional dengan jabatan tertinggi yang pernah diraih sebagai Vice President Integrated Quality Assurance di PT Central Pertiwi Bahari (Charoen Pokphand Indonesia). Ia juga pernah menjadi Rektor Universitas Borneo Tarakan pada 2013-2017.

Pengalaman riset dan pelayanan jasa di berbagai perusahaan budidaya turut memperkaya khazanah keilmuan yang kemudian dituangkannya untuk mengembangkan berbagai materi kuliah dan penelitian guna mendukung upaya ketahanan pangan bagi masyarakat dan mendukung program pemerintah.

Dengan berbagai pengalaman serta kompetensi keilmuan dan manajerial tersebut, Bambang Widigdo pernah dipercaya menjadi penasehat PT Afisco.

Tim peneliti IPB University yang dipimpinnya juga telah berhasil menciptakan satu teknologi budidaya udang secara presisi yang mampu meningkatkan produktivitas hasil panen.

Dengan mengkombinasikan sistem budidaya Recirculating Aquaculture System (RAS) dan Bioflok, teknologi ini mampu menghasilkan hingga 130 ton udang dalam satu hektar.

Bambang Widigdo menjelaskan, teknologi budidaya udang ini dilakukan di dalam suatu greenhouse, dimana berbagai parameter seperti suhu dan salinitas dapat dikondisikan. Hal itu bertujuan agar kualitas hasil panen mampu terjaga dengan baik. Selain itu, budidaya udang dengan greenhouse juga dapat mengefisienkan penggunaan air. ***

Tinggalkan Komentar