Ali Khomsan

Hijrah Ilmu Demi Gizi Bangsa

ALI KHOMSAN memperoleh gelar master dalam spesialisasi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga di Fakultas Pertanian IPB University pada 1987. Sebelumnya, ia meraih gelar sarjananya di Fakultas Peternakan IPB University pada 1983.

Berkat ketekunannya dalam melakukan banyak penelitian, Ali mendapatkan gelar sebagai Guru Besar Bidang Pangan dan Gizi pada saat usianya masih sangat muda kala itu, yakni 41 tahun. Sebuah prestasi yang tidak banyak didapatkan oleh akademisi lain. Ia aktif dalam penelitian di bidang Gizi Masyarakat dan meraih jabatan Guru Besar Pangan dan Gizi pada 2001.

Khomsan juga senang berbagi gagasan lewat tulisan dan karya ilmiah di berbagai platform media. Berbagai buku banyak ia terbitkan.

Beberapa tulisan yang telah dibukukan, yakni Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup (Grasindo), Pangan dan Gizi untuk Kesehatan (Rajagrafindo), dan Solusi Makanan (Rajagrafindo).

Ia juga berperan sebagai anggota Dewan Editor di beberapa jurnal seperti Jurnal Gizi, Media Gizi dan Keluarga, Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, dan Majalah Pangan (Bulog).

Ali bahkan menulis hingga lebih dari 330 artikel di Kompas, Media Indonesia, Republika, Koran Sindo, Intisari dan lain-lain.

Artikelnya berjudul "Fortifikasi Beras, Strategi Atasi Kurang Gizi" di pada 2 Desember 2013 mempeoleh penghargaan juara 3 Kategori Penulisan Iptek dalam gelaran Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas).

Ali Khomsan juga pernah memperoleh penghargaan dari Departemen Kesehatan pada tahun 2003 dalam bidang kesehatan (populer).

Ali, sapaan akrab Prof. Ali Khomsan memang terbilang murid yang sangat berprestasi. Hal itulah yang mengantarkannya bisa menempuh perguruan tinggi dengan mengandalkan nilai dan prestasinya selama bersekolah di SMA Negeri 1 Salatiga. Saat kuliah, Ali juga merupakan mahasiswa yang pandai dan menjadi lulusan terbaik di kampusnya.

Prestasi-prestasi yang selama ini ia raih dalam bidang akademik membuatnya berpikir jika ilmu yang ia miliki akan lebih berkembang apabila dirinya menjadi dosen dan peneliti.

Lelaki kelahiran Ambarawa pada Februari 1960 ini, merasa menjadi seorang peneliti sebagai suatu pilihan yang tepat. Ali berpikir bahwa sebagai seorang peneliti tentu hanya akan berhadapan dengan ternak-ternak penelitiannya saja, tidak akan dihadapkan dengan banyak orang.

Sampai pada akhirnya ia justru mendapat panggilan sebagai dosen pada Fakultas Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga di almamaternya.

Ali sempat terkejut. Dari seorang insinyur peternakan kemudian malah diterima sebagai dosen yang harus menggeluti gizi manusia, Ali mendapatkan tantangan tersendiri.

Ia merasakan peristiwa ‘hijrah’, dari yang biasanya membicarakan gizi ternak, kemudian harus berubah menggeluti gizi manusia.

Meski begitu, ia tidak mendapatkan hambatan yang berarti dan ternyata semakin membuatnya semangat untuk banyak belajar.

Ali juga mengikuti kuliah untuk jenjang S-2 nya dengan beasiswa pada jurusan Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, IPB University dan lulus tahun 1987.

Sambil tetap mengajar, ia mendapat tawaran untuk kuliah S-3 di Home Economics And Education di Iowa State University Amerika Serikat. Dengan membawa istri dan anak yang masih berusia 1,5 tahun, Ali banyak memperdalam ilmu tentang ekonomi, keluarga, dan gizi pada manusia di Amerika.

Orang yang sejak kecil mengidolakan alm. B.J. Habibie ini menyadari bahwa ia bisa kuliah ke luar negeri ini tak lepas dari doa orang tuanya, terutama ibu. Tidak pernah terbayang olehnya anak dari kota kecil bisa sekolah ke luar negeri.

Sejak kecil keinginannya untuk belajar sudah sangat besar, dan beruntungnya ia dibesarkan dari keluarga yang penuh kedisiplinan dan kesabaran.

Ali tentu tak menutup mata mengenai perkembangan gizi masyarakat Indonesia. Setelah kembali ke Indonesia, Ali banyak melakukan kajian-kajian dan juga penelitian yang berhubungan dengan gizi masyarakat, serta aspek sosio budaya gizi.

Ia juga pernah melakukan penelitian di Suku Baduy, Kampung Adat Ciptagelar di daerah Pelabuhan Ratu, dan juga pernah melakukan penelitian di Cireundeu daerah Cimahi.

Saat ini, Ali adalah Ketua Klaster Pencegahan Stunting Asosiasi Profesor Indonesia. Klaster ini memiliki peran sentral. Namun permasalahan stunting, merupakan permasalahan multidimensi yang dapat didekati dari berbagai sudut pandang keilmuan.

Ali berharap saat ini Indonesia harus mengupayakan agar daya beli masyarakat bisa ditingkatkan, dan aksesnya bisa terjangkau oleh masyarakat. Selanjutnya yang harus dipikirkan adalah bagaimana agar harga juga tidak merugikan para peternak dan konsumen bisa menjangkaunya.*

Tinggalkan Komentar