Albiner Siagian

Ketika Revolusi Mental Semerbak di Tanah Batak

 

ALBINER Siagian, seorang akademisi yang aktif mendorong kemajuan etnis dan budaya batak di Sumatera Utara sebagai tanah kelahirannya.

Langkah dan pemikirannya selalu ditebarkan demi perubahan besar di tanah Batak. Ia berharap tanah kelahirannya semerbak dengan berbagai perubahan, revolusi mental dan kehidupan yang penuh perdamaian.

Dilahirkan di Tapanuli Utara pada Juni 1967, Albiner adalah Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat di Universitas Sumatera Utara, sekaligus menjabat sebagai Rektor IAKN Tarutung periode 2022-2026 yang dilantik Menteri Agama RI di Jakarta.

Semenjak dirinya dilantik oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas menjadi Rektor di IAKN Tarutung, Albiner menetapkan Kampus IAKN Tarutung sebagai kampus zona integritas dan menjadi rumah moderasi beragama.

Menurut Albiner, Tuhan menghendaki bahwa manusia sebagai ciptaan-Nya harus saling menghargai, menjaga sikap toleransi dan tolong menolong sebagai sesama anak bangsa.

Albiner berkeyakinan, bahwa menjadi guru, dosen, advokat maupun profesi lainnya, pada dasarnya tidak ada yang kebetulan.

“Tuhan memanggil kita menjadi guru, dosen, advokat maupun profesi lainnya, bukanlah merupakan sesuatu yang kebetulan. Tidak ada yang kebetulan. Oleh sebab itu, mari kita jalankan profesi kita sebagai orang yang “vocatio”, atau orang yang terpanggil," ujar Prof. Albiner.

Karenanya, jika sudah merasa terpanggil, profesi akan dapat dijalankan dengan tulus ikhlas.

Albiner Siagian yang juga sebagai Guru Etos dan Revolusi Mental Bersertifikat ini mengatakan, dalam tuntutan era industri 4.0, masyarakat hendaknya mampu memandang sesuatu dari berbagai perspektif. Terutama bagi para guru, dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan sekolah maupun institusi.

Di tangan Albiner, kampus IAKN Tarutung mendapat dukungan penuh dari Menteri Agama RI sebagai kampus keagamaan yang tertua untuk berubah menjadi Universitas Kristen Negeri Tarutung.

Suami dari Risma Ulina Simanjuntak ini menyelesaikan Program Doktoral Gizi Masyarakat di IPB University pada 2006 setelah sebelumnya menyelesaikan pendidikan S2 Gizi Masyarakat pada 1998 di IPB University. Gelar awal akademiknya sebagai sarjana diperoleh Albiner di Universitas Negeri Medan pada 1992.

Meski berlatar disiplin ilmu gizi, namun wawasan Albiner begitu luas. Ia rajin menulis artikel di media cetak.

Topik artikelnya cukup menggambarkan keluasan wawasan dan gagasannya. Kumpulan artikel tersebut ia kumpulkan menjadi sebuah karya buku. Judulnya sungguh menarik, Humanisme Seorang Guru.

Albiner juga dikenal sebagai penulis buku Epidemiologi Gizi yaitu ilmu yang mempelajari sebaran, besar, dan determinan masalah gizi, serta penerapannya dalam kebijakan dan program pangan dan gizi untuk mencapai kesehatan penduduk yang kita lebih baik. 

Buku Epidemiologi Gizi disusun oleh Albiner untuk mempelajari kaitan antara gizi dengan kesehatan atau antara gizi dengan timbulnya penyakit tidaklah mudah dan memunculkan tantangan metodologis.

Prof Albiner Siagian turut aktif sebagai Dewan Penasehat di Dewan Pimpinan Daerah Persatuan Intelegensia Kristen Indonesia (DPD PIKI) Tapanuli Utara, Sumatera Utara.

PIKI merupakan organisasi yang memiliki tujuan mewujudkan sinergisitas potensi Sumber Daya Inteligensia Kristen untuk ikut berpartisipasi dalam pengembangan dan kemajuan gereja, perguruan tinggi, masyarakat, bangsa dan negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Karenanya, penulis buku Humanisme Seorang Guru ini juga mengatakan, dalam menghadapi tantangan 4.0 perlu diikuti perkembangan teknologi dengan melakukan revolusi mindset.

"Pendidik yang humanis harus mengajar dengan tiga pendekatan yaitu: dialogis, reflektif dan ekspresif. Jika kita sudah mampu mengubah mindset, maka kita akan mampu beretos kerja yang hebat," tegasnya.

Kecintaannya kepada budaya Batak dibuktikannya dengan mengemban sebagai Ketua Yayasan Pelestari Kebudayaan Batak (YPKB).

Yayasan ini adalah sebuah lembaga nirlaba yang bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Batak di Indonesia.

"YPKB didirikan dengan misi untuk melestarikan tradisi, adat istiadat, seni, bahasa, dan nilai-nilai budaya Batak, serta mengedukasi masyarakat tentang kekayaan budaya tersebut," papar Albiner.

YPKB berperan penting dalam upaya pelestarian dan pengembangan kebudayaan Batak, yang merupakan bagian penting dari keanekaragaman budaya Indonesia.

Bekerjasama dengan masyarakat dan berbagai pihak, YPKB berusaha untuk memastikan bahwa kebudayaan Batak terus dikenali, dihargai, dan diteruskan kepada generasi mendatang. *

Tinggalkan Komentar